» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Info Kampus
Klarifikasi Kontroversi Teja
28 Februari 2019 | Info Kampus | Dibaca 3721 kali
Teja melihat bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menuai pro dan kontra. Ia beranggapan bahwa RUU PKS tidak menerangkan dengan jelas tentang free sex. Berawal dari asumsi Teja yang demikian, ia ingin mengajak mahasiswa Unair untuk berpikir bersama. Ia mengimbuhi bahwa ia tidak pro maupun kontra dengan RUU PKS, yang ia permasalahkan adalah soal free sex yang diizinkan atau tidak di Indonesia.

retorika.id - Tim LPM Retorika, pada 21 Februari 2019, mengadakan konferensi pers dengan Galuh Teja Sakti selaku Presiden BEM Unair 2018, terkait kontroversinya. Acara ini dihadiri oleh Retorika sebagai LPM di tingkat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan LPM Format dari Fakultas Ilmu Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga.

Konferensi dimulai pukul 13.00 WIB di Sekretariat BEM Universitas Airlangga, yang bertempat di Kampus C Unair. Pada kesempatan ini, Retorika menanyakan klarifikasi Teja perihal kontroversi unggahan instastory-nya @gtejasakti, terkait Rancangan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang disebutnya sebagai RUU free Sex.

Polemik muncul ketika melalui instastory-nya Teja, oleh beberapa pihak dituding menganggap RUU PKS menjurus pada free sex. Narasi ini merupakan narasi mainstream yang saat itu sering diperdebatkan oleh beberapa kalangan, terutama setelah dosen Universitas Padjajaran, Maimon Herawati yang membuat petisi di change.org yang menolak pengesahaan RUU PKS. Hal ini menurutnya dapat menjerumus pada “Pro-Zina”, sebab baik hubungan seksual itu didasari suka sama suka, atau tidak, keduanya sama-sama dianggapnya bermasalah.

Kontroversi tersebut turut menyeruak pasca dimuat oleh LPM Mercusuar Universitas Airlangga melalui tulisan berjudul “Apa yang Harus Diketahui dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual”.

Melalui konferensi pers yang dilakukan Teja pada LPM Retorika dan LPM Format, ia mengklarifikasi kontroversi yang berkembang terkait instastory-nya tersebut. Pun secara lisan ia menyampaikan bahwa tulisan opini yang ia janjikan pada LPM Mercusuar tidak bisa ia lakukan, dan melalui konferensi ini saja ia berharap dapat mewakilkan opininya tersebut.

“Kemarin dalam satu minggu kebetulan saya ada acara di Yogyakarta mewakili Universitas Airlangga, dan seminggu ini kebetulan sedang mengurus mengenai Pemilu dan KPU bagi teman-teman. Saya sangat berterima kasih kepada teman-teman pers yang sudah menyambangi saya karena kesibukan saya, yang menghambat saya untuk menulis,” ujar Teja.

                                                 

RUU PKS = Free Sex?

Teja mengklarifikasi RUU PKS yang ia sebut sebagai RUU free Sex. Baginya pernyataan tersebut, jika dipahami oleh orang awam


menjadi sangat ambigu.

“Saya sebenarnya ingin mengajak beramai-ramai mahasiswa Unair untuk mengutarakan pendapatnya. Apakah benar RUU tersebut memang mengandung unsur free sex?”

Ia berangkat dari asumsinya bahwa, “Dalam rancangan undang undang PKS, sejatinya momentumnya itu ingin mengangkat harkat martabat para wanita. Sebenarnya ingin melindungi seorang wanita atau tentang kekerasan seksual. ‘Kan kekerasan seksual itu identik dengan wanita,” ujarnya.

Teja melihat bahwa RUU PKS tersebut “tentunya” menuai pro dan kontra. Lebih lanjut, ia beranggapan bahwa RUU PKS tidak menerangkan dengan jelas tentang free sex.

“Dalam pandangan hukum Saya di situ itu di RUU PKS tidak menerangkan. Ya memang tujuannya menangangkat harkat martabat wanita. Tetapi, di dalam sana ada yang jauh lebih sudah lama dalam Undang-Undang Indonesia tidak mengangkat harkat martabat wanita. Kenapa kok Undang-Undang yang sebelumnya tidak mengatur free sex? Kok yang di sini yang seharusnya mengatur harkat maratabat wanita, tentang free sex ini kok tidak dimasukan ke dalam RUU PKS?,” ujar Teja

Berawal dari asumsi Teja yang demikian, ia ingin mengajak mahasiswa Unair untuk berpikir bersama. Ia mengimbuhi bahwa ia tidak pro maupun kontra dengan RUU PKS, yang ia permasalahkan adalah soal free sex yang diizinkan atau tidak di Indonesia. Menurutnya, dalam pasal 284 KUHP tentang perzinaan, sebenarnya tidak diatur tentang seks bebas. Teja beranggapan bahwa perzinaan dalam KUHP tidak meliputi tentang seks bebas.

“Memang diatur tentang perzinaan. Namun perzinaan hanya meliputi ketika sesoerang melakukan hubungan intim dengan seseorang lain yang sudah memiliki ikatan suami istri itu dikatakan zina. Namun di luar itu, orang berhubungan intim tanpa ikatan suami istri itu tidak diatur di sana,” tambahnya.

Bagi Teja, KUHP merupakan norma aturan. Jika tidak diatur dalam aturan tersebut, belum tentu diperbolehkan. Ia menyoal masalah seks bebas yang tidak diatur di setiap Undang-Undang manapun.

Maka dari itu, Teja menganggap RUU PKS tersebut berpeluang akan mengarah ke free sex. Ia berpendapat bahwa hal semacam itu dalam "bahasa" hukum memiliki artian 'patut diduga'. 

"Berarti akan ada peluang, salah satunya (mengarah) ke free sex, tetapi di sana itu lebih sejatinya digunakan, adalah kata akan, kalau menurut bahasa hukum itu patut diduga. Itu masih opini, masih awang-awang."

Ia memposisikan diri sebagai seorang yang netral dan hanya membuat sayembara mempermasalahkan tentang seks bebas. Selain itu, “Mas Teja” mengaku bahwa seharusnya jika RUU tersebut bertujuan mengangkat harkat martabat “wanita” seharusnya mengatur soal seks bebas tersebut.

 

Perkara Tiket VIP

Karena posisi BEM Unair juga sebagai panitia acara Catatan Najwa, Teja mengaku mendapat 100 tiket VIP. “Mas Tejo diberi amanah untuk membagi tiket. Ada 100 tiket kelihatannya kemarin VIP, untuk ke Pimpinan Unair, Kolega Unair, dan sebagainya, ternyata sisa empat. Nah akhirnya saya menggunakan kebijakan saya, diskresi saya, untuk kepentingan umum. Silakan loh Dek kalau mau nonton Najwa Shihab. Dapet tiket VIP nih. Tapi syaratnya ya tadi. Sebenarnya itu gampang, saya hanya ingin memberikan reward. Saya ingin memberikan reward ke temen-temen”.

Reward kepada pengirim esai opini terkait RUU PKS tersebut dianalogikan Teja dengan imbalan serupa untuk staf BEM-nya. “Contohnya nih. Eee, kalo temen-temen BEM nih, Mas Yudha sering ke sekre (sekretariat BEM –red), saya kasih reward, saya ajak makan nasi goreng. Jadi, He Yud, makan, Yud”.

Sedangkan jajaran Menteri dalam Kabinet Teja, memperoleh status ex-officio. “Jadi kalo temen-temen BEM itu ex-officio masuk VIP bisa, masuk reguler bisa. Itu hanya temen-temen Kabinet, Menteri, itu bisa langsung masuk. Kalo (yang tergabung) panitia juga bisa, silakan masuk”, jelasnya.

 

Sayembara Atas Nama BEM?

Setali dengan Teja, Yudha Mulya Pranata selaku Sekretaris Kabinet BEM Unair Periode 2018, tidak mempermasalahkan jika sayembara tiket VIP Catatan Najwa tersebut disebarkan melalui akun pribadi Teja yakni @gtejasakti.

“Jadi lek masalah nyebar lewat akunnya Mas Teja sendiri, maupun lewat akunnya BEM itu sebenernya, kalo menurut saya yo, kalo saya mandangnya sama aja. Soalnya kondisinya emang waktu kemaren .. Narasi ya? Narasi itu kondisi temen-temen Menteri (BEM Unair) nggak ada yang di Surabaya, jadi koordinasi pun hanya sebatas lewat chat. Kalian mungkin juga mengalaminya sendiri di organisasi, itu ‘kan koordinasi lewat chat seperti apa.”

Bagi Yudha, komunikasi virtual dan tekstual menyebabkan koordinasi menjadi kurang terfokus.

“Kenapa kok langsung direct message Instagram-nya Mas Tejo karena memang .. Eee, karena Kominfo (BEM Unair) itu kadang-kadang bisa on di jam itu, dan bisa nggak on di jam itu. Jadi kalau memang kebutuhannya untuk di-share pada saat jam itu juga, dan memang tuntutan dari pihak Najwa-nya (Catatan Najwa –red), mungkin harus segera memberikan tiket VIP itu dan memastikan nama-nama (pemegang tiket) VIP yang dapet. Itu ‘kan juga saling nunggu lama, takutnya hangus tiketnya. Jadi pake OA-nya (Official Account) Mas Teja atau OA BEM, itu sama saja,” imbuhnya.

Teja menambahkan bahwa alur yang ditempuh jika melalui koordinasi dengan Kominfo juga tidak sederhana, karena membutuhkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang biasanya berupa desain poster dari Kominfo.

“Kalau Mas Tejo ‘kan biasane tulisan tok gitu”. Pernyataan Yudha ini mengarah pada kemudahan yang didapat jika menyebarkan informasi terkait BEM Unair melalui “tulisan-tulisan” di media sosial pribadi Teja.

Selain itu, ia menambahkan jika Ketua BEM memiliki hak prerogatif, atau disebut kebijakan diskresi. Terkait unggahan tersebut, Ketua BEM juga berwenang untuk melakukan diskresi, mengingat situasi yang genting agar sisa tiket VIP tersebut bisa berpindah tangan sebagai bentuk pertanggung jawaban pada pihak Catatan Najwa pula.

 “Yang dikatakan Mas Tejo juga ini, hak prerogatifnya Ketua BEM. Yang saya katakan dalam bahasa hukum itu, kebijakan diskresi. Intinya seperti itu. Jadi semua pemimpin itu berhak untuk menggunakan peraturan kebijakan diskresi itu ketika kebutuhan kondiksi memaksa, urgent, genting, dsb. Tapi dalam tanda kutip atau garis bawah : untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi,” papar Teja.

 

Esainya Mau Dibawa ke Mana?

Ketika ditanya apakah ia memiliki intensi lain di balik giveaway tiket VIP Catatan Najwa dengan syarat menuliskan esai opini tentang “RUU Free-Sex”, ia menampiknya.

“Nyatanya kita nggak semua punya niatan e.. Main-main sebagainya, politis sebagainya. Nggak ada niatan politis (tertawa kecil)”.

Menyoal keberlanjutan fungsi esai opini yang dikirimkan padanya, Teja mengonfirmasi bahwa dari tulisan-tulisan tersebut akan dijadikan sebagai referensi untuk menambah perspektif. Ia juga menyebut bahwa karena ia berasal dari Fakultas Hukum, maka esai tersebut akan berguna untuk kajian dan diskusi Departemen Hukum.

"Jadi esai itu, Mas Tejo itu hanya ingin melihat pandangan teman teman seperti apa, soalnya Mas Tejo kan juga 'anak hukum', koyok piye seh pandangane arek-arek iku. Biasanya ketika Mas Tejo di Hukum, di fakultas, konsultasi pada dosen dosen pidana, ketika nanti diajak untuk judicial review, tentang.. mau disahkannya RUU tersebut, nah nanti saya punya pandangan seperti ini, juga.. sebagai dasar saya ketika dimintai keterangan mengenai RUU itu," jelas Teja.

Penulis : Tim Retorika


TAG#bem  #gender  #  #